Kemiskinan dan Kesenjangan

A. Definisi kemiskinan
 Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain yang melingkupinya. Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi melainkan telah meluas hingga kedimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan politik. Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Definisi dibuat tergantung dari latar belakang dan tujuan, juga tergantung dari sudut mana definisi tersebut ditinjaunya, untuk kepentingan apa definisi tersebut dibuat. Biasanya definisi-definisi tersebut akan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya.

v  Definisi kemiskinan dilihat dari beberapa segi :
1.   Dilihat dari standar kebutuhan hidup yang layak / pemenuhan kebutuhan pokok.
Golongan ini mengatakan bahwa kemiskinan itu adalah tidak terpenuhnya kebutuhan-kebutuhan pokok/dasar disebabkan karena adanya kekurangan barang-barang dan pelayanan –pelayanannya yang dibutuhkan untuk memenuhi standar kebutuhan yang layak. Ini merupakan kemiskinan absolut/mutlak yakni tidak terpenuhinya standar kebutuhan pokok/dasar.
2.   Dilihat dari segi pendapatan/ penhasilan income
Kemiskinan oleh golongan dilukiskan sebagai kurangya pendapatan/penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
3.   Dilihat  dari segi kesempatan / Opportunity
Kemiskinan adalah karena ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan (meraih) basis kekuasaan sosial meliputi :
a.   Keterampilan yang memadai.
b.   Informasi/pengetahuan – pengetahuan yang berguna bagi kemajuan hidup.
c.   Jaringan-jaringan sosial ( Social Network ).
d.   Organisasi-organisasi sosial dan politik.
e.   Sumber-sumber modal yang diperlukan bagi peningkatan pengembangan kehidupan.
4.   Dilihat dari segi keadaan / kondisi
Kemiskinan sebagai suatu kondisi / keadaan yang bisa dicirikan dengan :
a.   Kelaparan/kekurangan makan dan gizi.
b.   Pakaian dan perumahan yang tidak memadai.
c.   Tingkat pendidikan yang rendah.
d.   Sangat sedikitnya kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang pokok.
5.   Dilihat dari segi penguasaan terhadap sumber-sumber
Menurut golongan ini kemiskinan merupakan keterlantaran yang disebabkan oleh penyebaran yang tidak merata dan sumber-sumber ( Malldistribution of Resources), termasuk didalamnya pendapatan / income.
6.   Kemiskinan menurut Drewnowski
Drewnowski ( Epi Supiadi:2003) mencoba menggunakan indikator-indikator sosial untuk mengukur tingka-tingkat kehidupan ( The Level of Living Index ). Menurutnya terdapat tiga tingkatan kebutuhan untuk menentukan tingkat kehidupan seseorang :
a)  Kehidupan fisik dasar ( Basic Fisical Needs ), yang meliputi gizi/nutrisi, perlindungan/perumahan ( Shelter/housing ) dan kesehatan.
b)  Kebutuhan budaya dasar ( Basic Cultural Needs), yang meliputi pendidikan,penggunaan waktu luang dan rekreasi dan jaminan sosial (Social Security).
c)   High income, yang meliputi pendapatan yang surplus atau melebihi takarannya.

v  Definisi kemiskinan dilihat dari beberapa konsep adalah :
1)   BAPPENAS
Tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
2)   BPS
Bilamana jumlah rupiah yang dikeluarkan atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kurang dari 2.100 kalori perkapita.
3)   Bank Dunia
Tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan 1,00 dolar AS perhari .
4)   BKKBN keluarga miskin jika :
a.   Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut keyakinannya.
b.   Tidak mampu makan sehari dua kali.
c.    Tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah,bekerja atau sekolah dan berpergian.
d.   Tidak bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah.
e.   Mampu membawa anggota keluarga sarana kesehatan.
5)   WB ( 2001) kemiskinan adalah suatu kondisi terjadinya kekurangan pada taraf hidup manusia baik fisik atau sosial.
Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian kemiskinan ,pada dasarnya bentuk kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi tiga pengertian, yaitu :
·         Kemiskinan Absolut
Kemiskinan Absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.
·         Kemiskinan Relatif
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup diatas garis kemiskinan namun masih berada dibawah kemampuan masyarakat disekitarnya.
·         Kemiskinan Kultural
Kemiskinan Kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

B. GARIS KEMISKINAN
Peta berdasarkan CIA World Factbook yang menunjukkan persentase penduduk suatu negara yang hidup di bawah garis kemiskinan resmi negara tersebut.
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.

C. PENYEBAB KEMISKINAN DAN DAMPAK KEMISKINAN
Secara umum, penyebab kemiskinan dapat dibagi kedalam empat mazhab (Spicker, 2002), yaitu:
1. Individual explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan cenderung diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri. Karakteristik yang dimaksud seperti malas dan kurang sungguh-sungguh dalam segala hal, termasuk dalam bekerja.
2. Familial explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah telah membawa dia kedalam kemiskinan. Akibatnya ia juga tidak mampu memberikan pendidikan yang layak kepada anaknya, sehingga anaknya juga akan jatuh pada kemiskinan. Demikian secara terus menerus dan turun temurun.
3. Subcultural explanation, menurut mazhab ini bahwa kemiskinan dapat disebabkan oleh 1 / 4 kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat karakteristik perilaku lingkungan. Misalnya, kebiasaan yang bekerja adalah kaum perempuan, kebiasaan yang enggan untuk bekerja keras dan menerima apa adanya, keyakinan bahwa mengabdi kepada para raja atau orang terhormat
meski tidak diberi bayaran dan berakibat pada kemiskinan. Terkadang orang seperti ini justru tidak merasa miskin karena sudah terbiasa dan memang kulturnya yang membuat demikian. Keempat, Structural explanations, mazhab ini menganggap bahwa kemiskinan timbul akibat dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh adat istiadat, kebijakan, dan aturan
lain menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara mereka yang statusnya rendah dan haknya terbatas. Kemiskinan yang disebabkan oleh dampak kebijakan pemerintah, atau kebijakan yang tidak berpihak pada kaummiskin juga masuk ke dalam mazhab ini, sehingga kemiskinan yang timbul itu sering disebut dengan kemiskinan struktural.
Kemiskinan tidak hanya terdapat di desa, namun juga di kota. Kemiskinan di desa terutama disebabkan oleh faktor-faktor antara lain:
(1) Ketidakberdayaan. Kondisi ini muncul karena kurangnya lapangan kerja, rendahnya harga produk yang dihasilkan mereka, dan tingginya biaya pendidikan,
(2) Keterkucilan, rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya keahlian, sulitnya transportasi, serta ketiadaan akses terhadap kredit menyebabkan mereka terkucil dan menjadi miskin,
(3) Kemiskinan materi, kondisi ini diakibatkan kurangnya modal, dan minimnya lahan pertanian yang dimiliki menyebabkan penghasilan mereka relatif rendah,
(4) Kerentanan, sulitnya mendapatkan pekerjaan, pekerjaan musiman, dan bencana alam, membuat mereka menjadi rentan dan miskin,
(5) Sikap, sikap yang menerima apa adanya dan kurang termotivasi untuk bekerja keras membuat mereka menjadi miskin.
Kemiskinan di kota pada dasarnya disebabkan oleh faktor-faktor yang sama dengan di desa, yang berbeda adalah penyebab dari faktor-faktor tersebut, misalnya faktor ketidakberdayaan di kota cendrung disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja, dan tingginya biaya hidup.
Kemiskinan dapat juga disebabkan oleh:
(a) rendahnya kualitas angkatan kerja,
(b) akses yang sulit dan terbatas terhadap kepemilikan modal,
(c) rendahnya tingkat penguasaan teknologi,
(d) penggunaan sumberdaya yang tidak efisien,
(e) pertumbuhan penduduk yang tinggi (Sharp et al, 2000).
Selain dari berbagai pendapat di atas, kemiskinan secara umum disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
-        Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri orang miskin, seperti sikap yang menerima apa adanya, tidak bersungguh-sungguh dalam berusaha, dan kondisi fisik yang kurang sempurna.
-        Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri si miskin, seperti keterkucilan karena akses yang terbatas, kurangnya lapangan kerja, ketiadaan kesempatan, sumberdaya alam yang terbatas, kebijakan yang tidak berpihak dan lainnya. Sebahagian besar faktor yang menyebabkan orang miskin adalah faktor eksternal.
Beberapa faktor penyebab kemiskinan lainnya adalah pertumbuhan ekonomi lokal dan global yang rendah, pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan stabilitas politik yang tidak kondusif.
Peran Pemerintah
Dalam suatu negara, peran pemerintah sangat menentukan, baik dalam membuat masyarakat menjadi miskin, maupun keluar dari kemiskinan. Kebijakan yang kurang tepat dan ketidakpberpihakan terhadap masyarakat miskin akan menciptakan kemiskinan yang lebih banyak dan lebih dalam.
Sebagai contoh, ijin yang diberikan pemerintah kepada pengusaha untuk membuka perkebunan besar, terkadang menimbulkan kemiskinan. Hutan yang dibabat dan dijadikan kebun sawit, dapat membuat keringnya sungai dan irigasi. Akibatnya sawah dan kolam telah kering, masyarakat tidak dapat lagi menanam padi. Akhirnya mereka terpaksa menjadi buruh harian kebun (bila diterima) yang sesungguhnya mereka tidak punya keahlian dibidang itu. Mereka tidak dapat lagi menyekolahkan anaknya dan akhirnya terperangkap dalam kemiskinan. Kebijakan pemerintah membolehkan super market dan pasar modren masuk hingga ke tingkat kecamatan juga akan berdampak terhadap pasar tradisional yang sebahagian besar dikelola oleh masyarakat kelas bawah. Kebijakan yang berpihak pada pasar bebas dan kurang peduli
dengan kesiapan para petaninya sendiri tentu akan berdampak pada penurunan kesejahteraan masyarakat dan akhirnya berujung pada kemiskinan.
Harga barang kebutuhan pokok yang berfluktuasi bahkan cenderung naik, besarnya biaya pendidikan dan kesehatan, distribusi pendapatan yang tidak merata, pembangunan yang timpang dan hanya berpusat di pulau jawan dan kota serta banyak kebijakan lainnya yang kurang berpihak, akan dapat menambah rentannya kondisi masyarakat.

D. PERTUMBUHAN KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
1. Hubungan antara Pertumbuhan dan Kesenjangan:
Hipotesis Kuznets Data decade 1970an dan 1980an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi di banyak Negara berkembang, terutama Negara-negara dengan proses pembangunan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi: semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya.Studi dari Jantti (1997) dan Mule (1998) memperlihatkan perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum miskin dan kaum kaya di Swedia, Inggris dan AS, serta beberapa Negara di Eropa Barat menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama decade 1970an dan 1980an. Jantti membuat kesimpulan semakin besar ketimpangan distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan public. Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya pendapatan dari istri dalam jumlah pendapatan keluarga merupakan dua faktor penyebab penting.
Literature mengenai perubahankesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya didominasi oleh apa yang disebut hipotesis Kuznets. Dengan memakai data antar Negara (cross section) dan data dari sejumlah survey/observasi di tiap Negara (time series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat perdapatan per kapita berbentuk U terbalik.
Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (rural) ke ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industry.
2. Hubungan antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti yang telah dibahas diatas. Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur berkurang. Namun banyak faktor lain selain pertumbuhan yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat kemiskinan di suatu wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi.

E. BEBERAPA INDIKATOR  
1. Indicator – Indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator kemiskinan tersebut. Adapun indikator – indikator kemiskinan sebagaimana dikutip dari Badan Pusat Statistik, antara lain sebagai berikut :
-        Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (sandang,pangan, papan).
-        Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehaatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
-        Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
-        Kerentangan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
-         Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
-         Kuranganya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
-        Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
-        Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
-        Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial ( anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga,janda miskin,kelompok marginal dan terpencil ).
2. Indikator - indikator Kesenjangan Pendapatan
Adapun indikator – indikator kesenjangan pendapatan antara lain sebagai beikut :
1.    UMR yang ditentukan pemerintah antara pegawai swasta dan pegawai Pemerintah yang berbeda.
2.    PNS ( golongan atas ) lebih sejahtera dibandingkan petani.
3.    Pertanian kalah jauh dalam menyuplai Produk Domestik Bruto ( PDB ) yang hanya sekitar 9.3 % di tahun 2011, padahal Indonesia merupakan Negara agraris.

F. KEMISKINAN DI INDONESIA
Pada bulan Maret 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen), bertambah sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 8,16 persen, naik menjadi 8,29 persen pada Maret 2015. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 13,76 persen pada September 2014 menjadi 14,21 persen pada Maret 2015.
Selama periode September 2014–Maret 2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 0,29 juta orang (dari 10,36 juta orang pada September 2014 menjadi 10,65 juta orang pada Maret 2015), sementara di daerah perdesaan naik sebanyak 0,57 juta orang (dari 17,37 juta orang pada September 2014 menjadi 17,94 juta orang pada Maret 2015).
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2015 tercatat sebesar 73,23 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2014 yaitu sebesar 73,47 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, tempe, tahu, dan kopi. Sedangkan, untuk komoditi bukan makanan diantaranya adalah biaya perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
Pada periode September 2014–Maret 2015, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung mengalami kenaikan.

G. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan menurut para Ahli.
Setiap permasalahan timbul pasti karna ada faktor yang mengiringinya yang menyebabkan timbulnya sebuah permasalahan, begitu juga dengan masalah kemiskinan yang dihadapi oleh negara indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan Hudyana (2009:28-29) yaitu :
1) Pendidikan yang Terlampau Rendah
Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
2) Malas Bekerja
Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
3) Keterbatasan Sumber Alam
Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin.
4) Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan.
5) Keterbatasan Modal
Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.
6) Beban Keluarga
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang harus dipenuhi.

Suryadiningrat dalam Dadan Hudayana (2009:30), juga mengemukakan bahwa kemiskinan pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia terhadap norma dan nilai-nilai kebenaran ajaran agama, kejujuran dan keadilan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Penganiayaan manusia terhadap diri sendiri tercermin dari adanya :
1. keengganan bekerja dan berusaha,
2. kebodohan,
3. motivasi rendah,
4. tidak memiliki rencana jangka panjang,
5. budaya kemiskinan, dan
6. pemahaman keliru terhadap kemiskinan.

H. KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN
Kapitalisme dan Masa Depan Kebijakan Anti Kemiskinan di Indonesia Staff :
Proses Kebijakan publik, khususnya kebijakan anti kemiskinan tidak akan lepas dari peran paradigma. Paradigma memberikan acuan kepada setiapanalis kebijakan tentang apa yang menjadi masalah dan bagaimana cara penyelesaiannya. Dalam perkembangannya, dua paradigma utama yang berpengaruh dalam proses kebijakan publik tersebut adalah Kapitalisme dan Sosialisme. Kapitalisme di satu sisi menganjurkan kebijakan publik diserahkan kepada mekanisme pasar, individualisasi kesejahteraan, kemodifikasi, dan minimalisasi peran negara.
Sebaliknya, Sosialisme menekankan keterlibatan aktif negara dalam kebijakan publik, serta mendukung upaya menciptakan pemerataan dan keadilansosial.
perdebatan paradigmatik dalam pengembangan kebijkan anti kemiskinan di Indonesia didominasi oleh Kapitalisme. Dominasi ini terjadi karena proses  kebijakan publik yang kapitalistik tersebut bersifat elitis dan teknokratis. Hal ini terkait dengan dominannya peran elit intelektual serta elit Negara pro pasar dalam proses kebijakan. Selain itu, dominasi ini juga disebabkan oleh adanya tekanan lembaga keuangan global, seperti IMF. Tekanan ini membuat Indonesia memiliki alternatif kebijakan publik yang terbatas. Lebih dari tiga dasawarsa Orde Baru, Kapitalisme berperan besar dal
am mengarahkan kebijakan publik. Sementara era reformasi lebih merupakan sebuah keberlanjutan hegemoni kapitalisme tersebut. Latar yang memungkinkan dominasi kapitalisme tersebut sekaligus menjelaskan kekalahan  wacana-wacana sosialistik dalam pengembangan kebijakan publik di Indonesia.



Komentar

Postingan Populer