Kemiskinan dan Kesenjangan
A. Definisi kemiskinan
Definisi tentang kemiskinan telah mengalami
perluasan, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun
permasalahan lain yang melingkupinya. Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap
sebagai dimensi ekonomi melainkan telah meluas hingga kedimensi sosial,
kesehatan, pendidikan dan politik. Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan
adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi
kebutuhan makan maupun non makan. Definisi dibuat tergantung dari latar
belakang dan tujuan, juga tergantung dari sudut mana definisi tersebut
ditinjaunya, untuk kepentingan apa definisi tersebut dibuat. Biasanya
definisi-definisi tersebut akan saling melengkapi antara yang satu dengan yang
lainnya.
v Definisi kemiskinan
dilihat dari beberapa segi :
1.
Dilihat dari standar
kebutuhan hidup yang layak / pemenuhan kebutuhan pokok.
Golongan ini mengatakan bahwa kemiskinan itu adalah tidak
terpenuhnya kebutuhan-kebutuhan pokok/dasar disebabkan karena adanya kekurangan
barang-barang dan pelayanan –pelayanannya yang dibutuhkan untuk memenuhi
standar kebutuhan yang layak. Ini merupakan kemiskinan
absolut/mutlak yakni tidak terpenuhinya standar kebutuhan pokok/dasar.
2.
Dilihat dari segi
pendapatan/ penhasilan income
Kemiskinan oleh golongan dilukiskan sebagai kurangya
pendapatan/penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
3.
Dilihat dari segi
kesempatan / Opportunity
Kemiskinan adalah karena ketidaksamaan kesempatan untuk
mengakumulasikan (meraih) basis kekuasaan sosial meliputi :
a.
Keterampilan yang memadai.
b.
Informasi/pengetahuan – pengetahuan yang berguna bagi
kemajuan hidup.
c.
Jaringan-jaringan sosial ( Social Network ).
d.
Organisasi-organisasi sosial dan politik.
e.
Sumber-sumber modal yang diperlukan bagi peningkatan
pengembangan kehidupan.
4.
Dilihat dari segi
keadaan / kondisi
Kemiskinan sebagai suatu kondisi / keadaan yang bisa
dicirikan dengan :
a.
Kelaparan/kekurangan makan dan gizi.
b.
Pakaian dan perumahan yang tidak memadai.
c.
Tingkat pendidikan yang rendah.
d.
Sangat sedikitnya kesempatan untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang pokok.
5.
Dilihat dari segi
penguasaan terhadap sumber-sumber
Menurut golongan ini kemiskinan merupakan keterlantaran
yang disebabkan oleh penyebaran yang tidak merata dan sumber-sumber (
Malldistribution of Resources), termasuk didalamnya pendapatan / income.
6.
Kemiskinan menurut
Drewnowski
Drewnowski ( Epi Supiadi:2003) mencoba menggunakan
indikator-indikator sosial untuk mengukur tingka-tingkat kehidupan ( The Level
of Living Index ). Menurutnya terdapat tiga tingkatan kebutuhan untuk
menentukan tingkat kehidupan seseorang :
a) Kehidupan fisik dasar (
Basic Fisical Needs ), yang meliputi gizi/nutrisi, perlindungan/perumahan (
Shelter/housing ) dan kesehatan.
b) Kebutuhan budaya dasar (
Basic Cultural Needs), yang meliputi pendidikan,penggunaan waktu luang dan
rekreasi dan jaminan sosial (Social Security).
c)
High income, yang meliputi pendapatan yang surplus atau
melebihi takarannya.
v Definisi kemiskinan
dilihat dari beberapa konsep adalah :
1)
BAPPENAS
Tidak mampu memenuhi
hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat.
2)
BPS
Bilamana jumlah rupiah
yang dikeluarkan atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kurang
dari 2.100 kalori perkapita.
3)
Bank Dunia
Tidak tercapainya
kehidupan yang layak dengan penghasilan 1,00 dolar AS perhari .
4)
BKKBN keluarga miskin jika :
a.
Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut keyakinannya.
b.
Tidak mampu makan sehari dua kali.
c.
Tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah,bekerja atau
sekolah dan berpergian.
d.
Tidak bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah.
e.
Mampu membawa anggota keluarga sarana kesehatan.
5)
WB ( 2001) kemiskinan adalah suatu kondisi terjadinya
kekurangan pada taraf hidup manusia baik fisik atau sosial.
Dari berbagai sudut
pandang tentang pengertian kemiskinan ,pada dasarnya bentuk kemiskinan dapat
dikelompokkan menjadi tiga pengertian, yaitu :
·
Kemiskinan Absolut
Kemiskinan Absolut
adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan dasar.
·
Kemiskinan Relatif
Seseorang yang tergolong
miskin relatif sebenarnya telah hidup diatas garis kemiskinan namun masih
berada dibawah kemampuan masyarakat disekitarnya.
·
Kemiskinan Kultural
Kemiskinan Kultural
berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain
yang membantunya.
B. GARIS KEMISKINAN
Peta
berdasarkan CIA World Factbook yang menunjukkan persentase penduduk suatu
negara yang hidup di bawah garis kemiskinan resmi negara tersebut.
Garis
kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang
dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu
negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis
kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada
di negara berkembang.
Hampir
setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan
berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat
miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program
peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi
kemiskinan.
C. PENYEBAB KEMISKINAN DAN DAMPAK
KEMISKINAN
Secara umum, penyebab kemiskinan dapat dibagi
kedalam empat mazhab (Spicker, 2002), yaitu:
1. Individual explanation, mazhab ini
berpendapat bahwa kemiskinan cenderung diakibatkan oleh karakteristik orang
miskin itu sendiri. Karakteristik yang dimaksud seperti malas dan kurang
sungguh-sungguh dalam segala hal, termasuk dalam bekerja.
2. Familial explanation, mazhab ini
berpendapat bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat
pendidikan orang tua yang rendah telah membawa dia kedalam kemiskinan.
Akibatnya ia juga tidak mampu memberikan pendidikan yang layak kepada anaknya,
sehingga anaknya juga akan jatuh pada kemiskinan. Demikian secara terus menerus
dan turun temurun.
3. Subcultural explanation, menurut mazhab
ini bahwa kemiskinan dapat disebabkan oleh 1 / 4 kultur, kebiasaan,
adat-istiadat, atau akibat karakteristik perilaku lingkungan. Misalnya, kebiasaan
yang bekerja adalah kaum perempuan, kebiasaan yang enggan untuk bekerja keras dan
menerima apa adanya, keyakinan bahwa mengabdi kepada para raja atau orang
terhormat
meski tidak diberi bayaran dan berakibat pada
kemiskinan. Terkadang orang seperti ini justru tidak merasa miskin karena sudah
terbiasa dan memang kulturnya yang membuat demikian. Keempat, Structural
explanations, mazhab ini menganggap bahwa kemiskinan timbul akibat dari
ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh adat istiadat, kebijakan,
dan aturan
lain menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja,
sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara mereka yang
statusnya rendah dan haknya terbatas. Kemiskinan yang disebabkan oleh dampak
kebijakan pemerintah, atau kebijakan yang tidak berpihak pada kaummiskin juga
masuk ke dalam mazhab ini, sehingga kemiskinan yang timbul itu sering disebut
dengan kemiskinan struktural.
Kemiskinan tidak hanya terdapat di desa,
namun juga di kota. Kemiskinan di desa terutama disebabkan oleh
faktor-faktor antara lain:
(1) Ketidakberdayaan. Kondisi ini muncul karena
kurangnya lapangan kerja, rendahnya harga produk yang dihasilkan mereka, dan
tingginya biaya pendidikan,
(2) Keterkucilan, rendahnya tingkat
pendidikan, kurangnya keahlian, sulitnya transportasi, serta ketiadaan akses
terhadap kredit menyebabkan mereka terkucil dan menjadi miskin,
(3) Kemiskinan materi, kondisi ini diakibatkan
kurangnya modal, dan minimnya lahan pertanian yang dimiliki menyebabkan
penghasilan mereka relatif rendah,
(4) Kerentanan, sulitnya mendapatkan
pekerjaan, pekerjaan musiman, dan bencana alam, membuat mereka menjadi rentan
dan miskin,
(5) Sikap, sikap yang menerima apa adanya dan
kurang termotivasi untuk bekerja keras membuat mereka menjadi miskin.
Kemiskinan di kota pada dasarnya disebabkan
oleh faktor-faktor yang sama dengan di desa, yang berbeda adalah penyebab dari
faktor-faktor tersebut, misalnya faktor ketidakberdayaan di kota cendrung
disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja, dan tingginya biaya hidup.
Kemiskinan dapat juga disebabkan oleh:
(a) rendahnya kualitas angkatan kerja,
(b) akses yang sulit dan terbatas terhadap
kepemilikan modal,
(c) rendahnya tingkat penguasaan teknologi,
(d) penggunaan sumberdaya yang tidak efisien,
(e) pertumbuhan penduduk yang tinggi (Sharp
et al, 2000).
Selain dari berbagai pendapat di atas,
kemiskinan secara umum disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
-
Faktor internal adalah
faktor yang datang dari dalam diri orang miskin, seperti sikap yang menerima
apa adanya, tidak bersungguh-sungguh dalam berusaha, dan kondisi fisik yang
kurang sempurna.
-
Faktor eksternal adalah
faktor yang datang dari luar diri si miskin, seperti keterkucilan karena akses
yang terbatas, kurangnya lapangan kerja, ketiadaan kesempatan, sumberdaya alam
yang terbatas, kebijakan yang tidak berpihak dan lainnya. Sebahagian besar
faktor yang menyebabkan orang miskin adalah faktor eksternal.
Beberapa faktor penyebab kemiskinan lainnya
adalah pertumbuhan ekonomi lokal dan global yang rendah, pertumbuhan penduduk
yang tinggi, dan stabilitas politik yang tidak kondusif.
Peran Pemerintah
Dalam
suatu negara, peran pemerintah sangat menentukan, baik dalam membuat masyarakat
menjadi miskin, maupun keluar dari kemiskinan. Kebijakan yang kurang tepat dan ketidakpberpihakan
terhadap masyarakat miskin akan menciptakan kemiskinan yang lebih banyak dan
lebih dalam.
Sebagai contoh, ijin yang diberikan
pemerintah kepada pengusaha untuk membuka perkebunan besar, terkadang
menimbulkan kemiskinan. Hutan yang dibabat dan dijadikan kebun sawit, dapat
membuat keringnya sungai dan irigasi. Akibatnya sawah dan kolam telah kering,
masyarakat tidak dapat lagi menanam padi. Akhirnya mereka terpaksa menjadi buruh
harian kebun (bila diterima) yang sesungguhnya mereka tidak punya keahlian
dibidang itu. Mereka tidak dapat lagi menyekolahkan anaknya dan akhirnya terperangkap
dalam kemiskinan. Kebijakan pemerintah membolehkan super market dan pasar
modren masuk hingga ke tingkat kecamatan juga akan berdampak terhadap pasar
tradisional yang sebahagian besar dikelola oleh masyarakat kelas bawah.
Kebijakan yang berpihak pada pasar bebas dan kurang peduli
dengan kesiapan para petaninya sendiri tentu
akan berdampak pada penurunan kesejahteraan masyarakat dan akhirnya berujung
pada kemiskinan.
Harga barang kebutuhan pokok yang
berfluktuasi bahkan cenderung naik, besarnya biaya pendidikan dan kesehatan,
distribusi pendapatan yang tidak merata, pembangunan yang timpang dan hanya
berpusat di pulau jawan dan kota serta banyak kebijakan lainnya yang kurang
berpihak, akan dapat menambah rentannya kondisi masyarakat.
D. PERTUMBUHAN KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
1. Hubungan antara Pertumbuhan dan
Kesenjangan:
Hipotesis
Kuznets Data decade 1970an dan 1980an mengenai pertumbuhan ekonomi dan
distribusi di banyak Negara berkembang, terutama Negara-negara dengan proses
pembangunan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada
korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi:
semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin
besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya.Studi dari Jantti (1997) dan
Mule (1998) memperlihatkan perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum
miskin dan kaum kaya di Swedia, Inggris dan AS, serta beberapa Negara di Eropa
Barat menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama decade 1970an dan 1980an.
Jantti membuat kesimpulan semakin besar ketimpangan distribusi pendapatan
disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh dan perubahan
kebijakan public. Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan
pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya pendapatan dari istri
dalam jumlah pendapatan keluarga merupakan dua faktor penyebab penting.
Literature
mengenai perubahankesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya didominasi
oleh apa yang disebut hipotesis Kuznets. Dengan memakai data antar Negara
(cross section) dan data dari sejumlah survey/observasi di tiap Negara (time
series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan
tingkat perdapatan per kapita berbentuk U terbalik.
Hasil
ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses
transisi dari ekonomi pedesaan (rural) ke ekonomi perkotaan (urban) atau
ekonomi industry.
2. Hubungan antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
Dasar
teori dari korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda dengan
kasus pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti yang telah dibahas diatas.
Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses pembangunan tingkat
kemiskinan cenderung meningkat, dan saat mendekati tahap akhir pembangunan
jumlah orang miskin berangsur berkurang. Namun banyak faktor lain selain
pertumbuhan yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat kemiskinan di
suatu wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga kerja dan struktur
ekonomi.
E. BEBERAPA INDIKATOR
1. Indicator – Indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara
detail indikator kemiskinan tersebut. Adapun indikator – indikator kemiskinan
sebagaimana dikutip dari Badan Pusat Statistik, antara lain sebagai berikut :
-
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (sandang,pangan,
papan).
-
Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya
(kesehaatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
-
Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi
untuk pendidikan dan keluarga).
-
Kerentangan terhadap goncangan yang bersifat individual
maupun massa.
-
Rendahnya kualitas
sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
-
Kuranganya
apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
-
Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata
pencaharian yang berkesinambungan.
-
Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun
mental.
-
Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial ( anak-anak
terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga,janda miskin,kelompok marginal
dan terpencil ).
2. Indikator - indikator Kesenjangan
Pendapatan
Adapun indikator – indikator kesenjangan pendapatan antara lain sebagai
beikut :
1. UMR
yang ditentukan pemerintah antara pegawai swasta dan pegawai Pemerintah yang
berbeda.
2. PNS
( golongan atas ) lebih sejahtera dibandingkan petani.
3.
Pertanian kalah jauh dalam menyuplai Produk Domestik Bruto ( PDB ) yang hanya
sekitar 9.3 % di tahun 2011, padahal Indonesia merupakan Negara agraris.
F. KEMISKINAN DI INDONESIA
Pada
bulan Maret 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per
kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta
orang (11,22 persen), bertambah sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan
kondisi September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen).
Persentase
penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 8,16 persen,
naik menjadi 8,29 persen pada Maret 2015. Sementara persentase penduduk miskin
di daerah perdesaan naik dari 13,76 persen pada September 2014 menjadi 14,21
persen pada Maret 2015.
Selama periode September 2014–Maret 2015,
jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 0,29 juta orang (dari
10,36 juta orang pada September 2014 menjadi 10,65 juta orang pada Maret 2015),
sementara di daerah perdesaan naik sebanyak 0,57 juta orang (dari 17,37 juta
orang pada September 2014 menjadi 17,94 juta orang pada Maret 2015).
Peranan
komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan
peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2015
tercatat sebesar 73,23 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September
2014 yaitu sebesar 73,47 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar
terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan,
diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras,
mie instan, gula pasir, tempe, tahu, dan kopi. Sedangkan, untuk komoditi bukan
makanan diantaranya adalah biaya perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan
perlengkapan mandi.
Pada periode September 2014–Maret 2015, baik
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung
mengalami kenaikan.
G. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kemiskinan menurut para Ahli.
Setiap permasalahan timbul pasti karna ada
faktor yang mengiringinya yang menyebabkan timbulnya sebuah permasalahan,
begitu juga dengan masalah kemiskinan yang dihadapi oleh negara indonesia.
Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz
dalam Dadan Hudyana (2009:28-29) yaitu :
1) Pendidikan yang Terlampau Rendah
Tingkat
pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan
tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau keterampilan
yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan seseorang untuk
masuk dalam dunia kerja.
2) Malas Bekerja
Adanya
sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang
bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
3) Keterbatasan Sumber Alam
Suatu
masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan
keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu
miskin karena sumberdaya alamnya miskin.
4) Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan
lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara
ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara
faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena
keterbatasan modal dan keterampilan.
5) Keterbatasan Modal
Seseorang
miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan
dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan
untuk memperoleh penghasilan.
6) Beban Keluarga
Seseorang
yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha
peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak
anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang
harus dipenuhi.
Suryadiningrat
dalam Dadan Hudayana (2009:30), juga mengemukakan bahwa kemiskinan pada
hakikatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia terhadap norma dan
nilai-nilai kebenaran ajaran agama, kejujuran dan keadilan. Hal ini
mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan
terhadap orang lain. Penganiayaan manusia terhadap diri sendiri tercermin dari
adanya :
1. keengganan bekerja dan berusaha,
2. kebodohan,
3. motivasi rendah,
4. tidak memiliki rencana jangka panjang,
5. budaya kemiskinan, dan
6. pemahaman keliru terhadap kemiskinan.
H. KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN
Kapitalisme dan Masa Depan Kebijakan Anti
Kemiskinan di Indonesia Staff :
Proses
Kebijakan publik, khususnya kebijakan anti kemiskinan tidak akan lepas dari
peran paradigma. Paradigma memberikan acuan kepada setiapanalis kebijakan
tentang apa yang menjadi masalah dan bagaimana cara penyelesaiannya. Dalam
perkembangannya, dua paradigma utama yang berpengaruh dalam proses kebijakan
publik tersebut adalah Kapitalisme dan Sosialisme. Kapitalisme di satu sisi
menganjurkan kebijakan publik diserahkan kepada mekanisme pasar,
individualisasi kesejahteraan, kemodifikasi, dan minimalisasi peran negara.
Sebaliknya,
Sosialisme menekankan keterlibatan aktif negara dalam kebijakan publik, serta
mendukung upaya menciptakan pemerataan dan keadilansosial.
perdebatan
paradigmatik dalam pengembangan kebijkan anti kemiskinan di Indonesia
didominasi oleh Kapitalisme. Dominasi ini terjadi karena proses kebijakan
publik yang kapitalistik tersebut bersifat elitis dan teknokratis. Hal ini
terkait dengan dominannya peran elit intelektual serta elit Negara pro pasar
dalam proses kebijakan. Selain itu, dominasi ini juga disebabkan oleh adanya
tekanan lembaga keuangan global, seperti IMF. Tekanan ini membuat Indonesia
memiliki alternatif kebijakan publik yang terbatas. Lebih dari tiga dasawarsa
Orde Baru, Kapitalisme berperan besar dal
am mengarahkan kebijakan publik. Sementara
era reformasi lebih merupakan sebuah keberlanjutan hegemoni kapitalisme
tersebut. Latar yang memungkinkan dominasi kapitalisme tersebut sekaligus
menjelaskan kekalahan wacana-wacana sosialistik dalam pengembangan
kebijakan publik di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar